Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah

Membangun bangsa dan negara memerlukan kesungguhan dan dukungan yang tiada batas dari seluruh komponen masyarakat yang terdiri atas masyarakat politik, masyarakat ekonomi, dan masyarakat sipil. Akses dan sumber daya kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat tentu memiliki dampak yang berarti bagi pembangunan jiwa dan raga setiap warga negara, terutama mereka yang ‘kecil, miskin, lemah dan terpinggirkan’.

Untuk itu, sebagai bagian dari masyarakat yang mendukung cita-cita pembangunan yang mengarusutamakan hak-hak warga negara, kami memiliki inisiatif, tindakan, dan tanggung jawab untuk mewujudkan sebuah masyarakat dimana orang-orangnya di dalamnya memiliki kemandirian untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara untuk mencapai pembangunan yang lebih sejahtera dan berkelanjutan. Atas dasar itu, kami berpendapat bahwa sebuah organisasi yang memiliki perhatian khusus pada isu-isu kepublikan dan kewarganegaraan perlu dibentuk dan hadir untuk berkontribusi aktif, bermakna, dan strategis dalam mempertemukan negara sebagai pemangku kewajiban dan masyarakat sebagai pemegang kedaulatan sehingga penyelenggaraan negara, pelaksanaan pembangunan, dan perubahan kehidupan masyarakat yang lebih baik dapat berjalan selaras.

Ide awal untuk membentuk organisasi tersebut muncul pada November 2016 ketika Agung Widhianto membuat komunitas diskusi dengan nama “House of Public” (HoP). HoP berhasil menyelenggarakan empat kegiatan diskusi yang ramai diikuti oleh masyarakat Kebumen, terutama kalangan pelajar perguruan tinggi, yaitu Pengantar Riset (16 November 2016), HIV/AIDS (20 November 2016), Sejarah Politik Kebumen (3 Desember 2016), dan Bridging Course Penulisan Akademik (10 Desember 2016). Dengan pertimbangan banyaknya orang yang tertarik dan bergabung, pada Februari hingga Juli 2017 komunitas ini menyelenggarakan Sekolah Riset Politik Pemerintahan dengan berbagai topik riset tematik, dimana selanjutnya HoP diubah namanya menjadi komunitas “Pandjer School of Public” (PSP) pada 14 Februari 2017. Pada perjalanannya, PSP juga berhasil mengadakan sejumlah kegiatan di Kebumen, seperti Pelatihan Calon Fasilitator Anak (Juni – Agustus 2017), Diskusi “Membedah APBD Kebumen: Filosofi dan Isi” (30 Juli 2017), Dialog Publik “Diaspora Orang Kebumen Sukses di Perantauan” (27 Agustus 2017), Dialog Publik “Menemukan Peran Perempuan dalam Pembangunan” (20 Oktober 2017), dan Diskusi “Politik Pembangunan Kebumen” (19 Mei – 14 Juni 2018).

Pada 8 Oktober 2018, ide pembentukan sekolah yang berfokus pada kepemimpinan dan kebijakan disampaikan Agung Widhianto kepada Akhmad Djunaidi, Mardiadi, dan Suranto. Ketiga tokoh tersebut menyepakati dan menyarankan agar ide adanya sekolah khusus bagi para tokoh di desa, parlemen lokal, dan aktivis muda ditindaklanjuti. Namun, perwujudan ide tersebut sempat terhenti sementara karena Agung Widhianto menjalani studi lanjutan di Swedia. Meski demikian, keinginan kuat agar para elite di desa dan di parlemen memiliki tempat pembelajaran khusus tetap melekat, dengan didukung oleh adanya tempat pengkaderan bagi para aktivis lokal yang mendasarkan pergerakannya pada kegiatan riset yang advokatif. Akhirnya, Agung Widhianto memutuskan untuk membuat badan hukum guna menaungi dan memfasilitasi ide sekolah kepemimpinan dan kebijakan. Hal ini diwujudkan dengan melibatkan Akhmad Djunaidi, Mardiadi, Suranto, dan Haminah sebagai representasi kalangan dewasa, dan melibatkan Abdul Hakim, Akhmad Suyatno, dan Attabik Imam Zuhdi sebagai representasi kalangan muda.

Pada 6 Juli 2019, kami bersepakat berkumpul guna membahas berbagai masalah publik berikut kontribusi nyata yang dapat diperankan masyarakat sipil. Pada pertemuan tersebut, kami berpandangan bahwa isu kepemimpinan di desa dan parlemen lokal, serta isu absennya kelompok masyarakat sipil yang serius mendorong kebijakan publik yang berorientasi pada kemandirian dan kesejahteraan warga negara perlu ditangani. Untuk itu, kami memutuskan untuk bergerak secara fokus dalam bidang pembelajaran dengan impian agar setiap orang memperoleh hak-haknya sebagai warga negara dan setiap warga negara memiliki kualitas hidup yang layak sebagai manusia. Akhirnya pada 15 Juli 2019 kami menandatangani akta pendirian yayasan di hadapan Notaris Hendro Budi Antoro, SH dengan akta notaris Nomor 04 Tanggal 15 Juli 2019. Hal ini ditindaklanjuti dengan keluarnya Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada 19 Juli 2019 dengan nomor AHU-0009930.AH.01.04.Tahun 2019 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Yayasan Pusat Pembelajaran Kepemimpinan dan Kebijakan Pandjer.

Hingga awal 2023, Pandjer School memiliki sekitar 48 desa mitra dengan berfokus pada penguatan kapasitas pemerintah desa (Pemdes, BPD, dan BUMDes) dan pengembangan kelompok masyarakat (Kelompok Tani, Kelompok Nelayan, Pokdarwis, Karang Taruna, Kelompok Konservasi), serta pembangunan yang berkelanjutan. Pandjer School juga berperan aktif menjadi mitra Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa dalam penyusunan regulasi yang mengarusutamakan hak anak, keadilan gender, dan kepentingan kaum marjinal. Dengan bentuk yayasan, dalam kurun waktu 2019 hingga awal 2023, Pandjer School mengalami berbagai dinamika organisasi di antaranya:

  1. Pada awal pembentukan, pengurus Pandjer School terdiri atas Agung Widhianto, Ach Djunaidi, Mardiadi, dan Haminah selaku Pendiri Yayasan. Lalu, Ach Djunaidi, Mardiadi, dan Haminah berperan sebagai Pembina Yayasan, sementara Pengurus Yayasan dijabat oleh Agung Widhianto (Ketua), Abdul Hakim (Sekretaris), dan Suyatno (Bendahara), dan untuk Pengawas Yayasan dijabat oleh Suranto dan Attabik Imam Zuhdi. Dari 3 (tiga) program yang direncanakan, yaitu: Sekolah Kepemimpinan Desa, Sekolah Parlemen Lokal, dan Diskusi Publik tematik, hanya Sekolah Kepemimpinan Desa yang berjalan.
  2. Pada tahun 2020, setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program-program sebelumnya, Pandjer School menetapkan 3 (tiga) program, yaitu: Peningkatan Kapasitasi Desa, Pembelajaran Kebijakan dan Riset Advokatif, dan Pengembangan Komunitas. Namun, hanya program Pengembangan Komunitas dan Peningkatan Kapasitas Desa yang berjalan sebagian, sementara Pembelajaran Kebijakan dan Riset Advokatif tidak terlaksana. Pada masa ini juga hanya 3 (tiga) orang yang aktif secara langsung menjalankan program yang disepakati, yaitu: Agung Widhianto, Ach Djunaidi, dan Abdul Hakim, sementara 3 (tiga) pengurus, yaitu: Mardiadi, Attabik Imam Zuhdi, dan Suyatno aktif di beberapa kesempatan, lalu Suranto dan Haminah belum dapat bergabung secara langsung karena keterbatasan jarak dan kesibukan.
  3. Pada tahun 2021, dilakukan revisi terhadap program Pandjer School menjadi 4 (empat) setelah adanya pelatihan calon fasilitator Pandjer School dengan 13 (tiga belas) peserta, yaitu: Sekolah Kemandirian Desa, Sekolah Riset dan Advokasi Kebijakan, Sekolah BUMDes dan Usaha di Desa, dan Sekolah Tani dan Lingkungan. Hanya Sekolah BUMDes dan Usaha di Desa yang terlaksana, sementara Sekolah Kemandirian Desa dan Sekolah Tani dan Lingkungan terlaksana sebagian, serta Sekolah Riset dan Advokasi Kebijakan tidak terlaksana. Pada masa ini, pengurus yang terlibat aktif secara langsung hanya 3 (tiga) orang sebagaimana pada tahun 2020, yaitu: Agung Widhianto, Ach Djunaidi, dan Abdul Hakim, sementara sisanya memiliki tantangan untuk terlibat langsung sehingga hanya hadir saat rapat akhir tahun. Salah satu hal penting saat rapat tersebut ialah Ahmad Suyatno selaku Bendahara mengundurkan diri, tetapi tetap ingin berada di Pandjer School.
  4. Pada tahun 2022, Pandjer School memiliki 4 (empat) program, yaitu: Diklat Penggerak Pembangunan (DP2D), Diklat Agen Transformasi Kebijakan (DATK), Forum Kepemimpinan Desa (FKD), dan Webinar Refleksi Kita. Namun demikian, karena hanya 3 (tiga) orang pengurus yang aktif menjalankan program, yaitu: Agung Widhianto, Ach Djunaidi, dan Abdul Hakim, hanya DP2D yang terlaksana, sementara 1 programnya lainnya terlaksana sebagian dan 2 sisanya tidak terlaksana. Salah satu hal penting yang terjadi di tahun 2022 ialah keluarnya Ach Djunaidi dari Pandjer School karena alasan yang bersifat personal, sementara Attabik Imam Zuhdi dan Ahmad Suyatno tidak pernah lagi terlihat mengikuti kegiatan Pandjer School. Di sisi lain, Mardiadi, Suranto, dan Haminah memiliki keterbatasan waktu dan jarak untuk dapat secara langsung membantu pelaksanaan program.
  5. Pada tahun 2023, Pandjer School tidak menggunakan basis program, melainkan kegiatan untuk menjalankan organisasinya. Pada masa ini terdapat 10 (sepuluh) kegiatan yang terdiri atas 4 (empat) kegiatan rutin yang bersifat primer dan 6 (enam) kegiatan non rutin yang bersifat sekunder. Sepanjang Januari hingga April 2023, hanya ada 3 (tiga) kegiatan saja yang terlaksana karena terbatasnya pengurus yang ada sehingga sangat bertumpu pada 2 (dua) orang, yaitu: Agung Widhianto dan Abdul Hakim.

Berdasarkan dinamika yang ada, Agung Widhianto selaku Ketua dan Abdul Hakim selaku Sekretaris menyepakati untuk mengubah bentuk organisasi menjadi berbasis komunitas sebagai marwah dengan tetap menggunakan legalitas yayasan sebagai wadah. Sebagai catatan, terdapat 3 (tiga) alasan perubahan tersebut:

  1. Berkurangnya jumlah pengurus yang terlibat aktif dan langsung menjalankan roda organisasi dimana hanya tersisa 2 (dua) dari 8 (delapan) orang;
  2. Program-program yang dimiliki oleh Pandjer School sebagai lembaga gagal memberikan manfaat riil kepada masyarakat; dan
  3. Adanya kebutuhan taktis untuk membantu mengintervensi pembangunan melalui upaya menghubungkan pemerintah sebagai pemangku kewajiban dan masyarakat sebagai pemilik hak.

Dengan demikian, Pandjer School sebagai yayasan beserta pengurus dan programnya dianggap vakum sementara, tetapi Pandjer School sebagai gerakan dan komunitas yang dipimpin kaum muda dan bergerak pada isu-isu kepublikan terus berjalan.